Koneksi Antar Materi Modul 2.2 Pendidikan Guru Penggerak
KETERKAITAN ANTAR MATERI
PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter tentu tidak boleh hanya memfokuskan pencanpaian akhir proses pembelajaran hanya pada peningkatan akademik tapi juga membentuk karakter baik bagi peserta didiknya yang dapat menjadi tuntunan dalam menjalani kehidupan agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Sebagai seorang pendidik,
sebelum mentransfer segala hal pada peserta didik maka terlebih dahulu gurulah
yang harus memiliki kompetensi tersebut mulai kompetensi sikap maupun
kompetensi akademik, ibaratnya guru harus menjadi contoh sebelum mencontohkan
sebaimana Semboyan Ki Hajar Dewantara yang merupakan semboyan pendidikan yang berbunyi
“ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”
yang artinya di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang
memberikan dorongan.
Salah satu pemikiran Ki
Hadjar Dewantara adalah tentang pembelajaran budi pekerti. Pembelajaran budi
pekerti adalah pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin
bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu : cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan),
sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan. Jiwa atau
keadaan seseorang hanya mampu dipahami jika melalui pendekatan yang tepat.
Dalam dunia pendidikan memahami jiwa peserta didik bukanlah sesuatu yang mudah,
karena keberagaman peserta didik tentu membawa pengaruh pada jiwa atau kondisi
psikologisnya, sehingga memahami jiwa peserta didik secara holistik perlu sosok
pendidik serta pendekatan pembelajaran yang tepat. Guru penggerak sebagai agen
perubahan pendidikan menuju pendidikan yang memerdekakan tentu punya peran
dalam mengimplemetasikan pembelajaran budi pekerti khususnya pada hal yang
terkait jiwa peserta didik secara holistik.
GURU PENGGERAK
Guru penggerak sebagai pemimpin
pembelajaran dalam mewujudkan ekosistem pendidikan Indonesia yang berkemajuan
tentu bukan pemain tunggal dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada
murid khususnya pembelajaran budi pekerti, tapi guru penggerak perlu berkolaborasi
pada berbagai pihak di sekolah. Peran dan nilai guru penggerak menjadi sangat urgen dalam membentuk sebuah
suasana atau kondisi belajar yang dicita-citakan. Hal yang pertama yang perlu
dilakukan oleh guru penggerak bersama rekan guru lainnya disekolah yakni merumuskan
visi murid impian dan visi sekolah.
VISI SEKOLAH (VISI MURID IMPIAN)
Harapan dan ekspektasi
pada pembelajaran budi pekerti dan keberpihakan pada murid perlu dituangkan
pada visi yang selanjutnya diterjemahkan dalam misi yang lebih spesifik serta
diimplementasikan melalui berbagai kegiatan dan program disekolah. Visi yang
dibuat juga perlu diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Visi sekolah tentu
harus menjadi landasan bagi seluruh warga sekolah dalam membuat program
khususnya dalam mendesain pembelajaran di dalam kelas. Seluruh program yang
dibuat harus dilaksanakan secara kontinu dan berkesinambungan. Program-program
yang dilaksanakan dalam rangka mencapai
visi tentu harus menjadi budaya yang positif sehingga menciptakan interaksi
yang baik antar seluruh warga sekolah.
BUDAYA POSITIF
Budaya positif hanya
dapat terbentuk jika pembiasaan-pembiasaan baik di sekolah dilakukan dengan
penuh kesadaran. Untuk menjadikan kebiasaan positif khususnya di dalam kelas
menjadi sebuah budaya sekolah maka perlu adanya kesepakatan kolektif yang
digali dari asumsi dasar normatif,
nilai-nilai yang diyakini oleh warga sekolah, dan impian normatif kolektif warga sekolah.
Masing-masing guru dapat menyampaikan praktik baik yang sudah dilakukan di
kelasnya masing-masing untuk kemudian sekiranya baik dapat diadopsi dan
diadaptasi menjadi praktik baik sekolah. Pada akhirnya, budaya positif di
sekolah akan dapat menumbuhkan karakter
positif yang bukan hanya mendorong murid
untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga
untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam
masyarakat. Namun dalam pembentukan budaya positif di sekolah perlu dipahami
bahwa peserta didik memiliki keberagaman baik karakter, kemampuan kognitif
serta menerjemahkan program-program yang dibuat khususnya dalam implementasinya
dalam proses pembelajaran sehingga tentu untuk mengakomodasi seluruh
keberagaman tersebut maka perlu ada sebuah pendekatan pembelajaran yang dilakukan
yakni salah satunya dengan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi.
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah sebuah proses pembelajaran yang mencoba mengakomodasi
perbedaan-perbedaan yang ada pada murid. Tidak ada dua murid yang sama, semua
berbeda dan memiliki kebutuhan belajar yang berbeda pula. Keberagaman yang
dimiliki setiap murid dikarenakan mereka datang dari lingkungan dan budaya yang
berbeda, atau tingkat kecepatan memahami informasi yang berbeda, atau bahkan
juga memiliki minat dan bakat atau gaya belajar
yang berbeda sehingga kesemuanya itu membentuk pribadi yang berbeda
dengan kebutuhan yang berbeda pula. Untuk dapat memberikan pembelajaran yang
bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan belajar murid, seorang guru haruslah
terlebih dahulu melakukan asesmen diagnostik baik secara akademis maupun
non-akademis. Hasil asesmen tersebut akan memudahkan guru untuk memetakan
setiap murid sesuai dengan pembelajaran yang akan diberikan, namun keberagaman
peserta didik tidak boleh hanya diakomodasi dalam pembelajaran yang terkait dengan
akademiknya tapi juga perlu melihat sisi psikologis peserta didik saat
mengikuti pembelajaran, dalam hal ini jiwa peserta didik perlu dipahami sebelum
masuk pada pembelajaran yang berfokus pada kemampuan kognitifnya. Untuk memahami
jiwa atau kondisi peserta didik maka perlu diterapkan pembelajaran sosial
emosional. Pembelajaran sosial emosional penting untuk dipelajari dan dipahami
bukan hanya untuk mendeteksi kondisi peserta didik tapi juga dapat bermanfaat
sebagai bagian dari pengontrolan prilaku-prilaku diri melalui teknik-teknik
yang dilakukan didalamnya.
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL
Seorang anak dapat belajar dengan sebaik baiknya apabila kebutuhan
fisiknya dipenuhi dan mereka merasa aman dan nyaman secara psikoligis. Para
ahli perkembangan yang menganut paham kematangan sebagai dasar pertumbuhan
berpendapat bahwa pertumbuhan, perkembangan, dan pembelajaran merupakan buah
dari hukum kematangan internal. Ini menunjukkan bahwa anak akan bisa belajar apabila
cukup waktu untuk berkembang. Namun behaviorist berpendapat berbeda, menurut mereka
pertumbuhan dan pembelajaran adalah hal eksternal bagi anak dan dikendalikan
oleh lingkungan. Dengan memengaruhi secara langsung, berbagai stimulus dan
respons yang berasal dari lingkungan, anak itu akan belajar. Dengan menata
lingkungan yang penuh dengan stimulus yang serasi dengan tiap perkembangan anak
maka anak dengan nyaman akan belajar tentang lingkungan sekitarnya. Lain halnya
dengan para ahli psikologi constructivist, mereka berpendapat bahwa baik faktor
biologis maupun faktor lingkungan sama-sama memengaruhi perkembangan anak
secara timbal balik (Seefeld & Wasik, 2008:33-34)
Definisi
Menurut Elias dkk (1997:2) Pembelajaran sosial dan emosional adalah “the process through which children and adults develop the skills, attitudes, and values necessary to acquire social and emotional competence”. Proses dimana anak-anak dan orang dewasa mengembangkan keterampilan-keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional. Norris juga mengatakan pembelajaran sosial emosional adalah pendekatan pembelajaran yang mengajarkan regulasi diri, monitoring diri dan keterampilan sosial dalam berbagai setting/ lingkungan. Zins dkk (2001) mengatakan Pembelajaran sosial dan emosional adalah proses dimana anak-anak meningkatkan kemampuan mereka untuk mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tugas-tugas sosial yang penting. Kompetensi Sosial Emosional
Kompetensi dan Teknik Pembelajaran Sosial Emosional
Kesadaran Diri (Self
Awareness)
Self awareness berkaitan dengan kemampuan untuk mengenali diri secara akurat mengenai emosi, pikiran dan nilai atau value diri. Seseorang yang memiliki kesadaran tinggi yang tinggi mampu mengenali keterkaitan antara perasaan, tindakan dan pikiran yang dilakukan. Orang yang punya kesadaran diri yang tinggi akan mampu menilai secara akurat kekuatan dan keterbatasan diri. Alhasil, tingkat percaya dirinya, mindset, optimisnya sangat kuat. Pada kompetensi kesadaran diri seseorang perlu memahami 6 emosi dasar sebagai manusia yakni takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Saat seseorang sadar bahwa saat itu dirinya sedang mengalami gejolak emosi tertentu, orang tersebut perlu mengenali dengan memberi nama emosinya saat itu. Jadi seseorang dapat mulai merasakan dan mengenali dengan jelas emosinya saat itu. Maka dia pun mulai dapat memberikan nama terhadap emosinya. Contoh: Saya merasa … (marah, sedih, kecewa).
Manajemen Diri (Self
Management)
Kompetensi manajemen diri ini berkaitan mengenai kemampuan untuk mengatur emosi, pikiran, perilaku di berbagai situasi. Kemampuan ini juga berkaitan dengan penanganan stress, mengontrol hasrat, bertahan menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan. Latihan STOP (Stop/ Berhenti). Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan. (Take a deep Breath/ Tarik nafas dalam). Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. (Observe/ Amati). Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. (Proceed/ Lanjutkan). Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.
Kesadaran Sosial
(Social Awareness)
Kesadaran sosial
berkaitan dengan kemampuan untuk bisa berempati dengan orang lain dan mengambil
perspektif dari berbagai sudut pandang. Singkatnya, kemampuan ini berkaitan
erat dengan norma dan etika berperilaku terutama di kelompok misalnya di
masyarakat. Kemampuan akan kesadaran sosial ini sangat membantu anak untuk bisa
memahami dan menghormati orang lain. Kemampuan ini tentu akan sangat bermanfaat
ketika anak dewasa dan menemui banyak orang dengan latar belakang yang berbeda.
Keterampilan berempati merupakan keterampilan yang membantu seseorang memiliki hubungan yang hangat dan lebih
positif dengan orang lain. Mengapa? Karena empati mengarahkan kita untuk
mengurangi fokus hanya ke diri sendiri,
melainkan juga belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang
lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Menanamkan empati dapat
dilakukan dengan langkah yang paling sederhana yaitu dengan menaruh perhatian
pada perasaan orang lain dengan bertanya pada 3 pertanyaan dasar
yakni : (1). Apa yang dirasakan orang tersebut ?. (2) Apa yang mungkin akan dia
lakukan? . (3) Apa yang saya rasakan jika mengalami kejadian yang sama?
Kemampuan Berelasi
(Relationship Skill)
Kemampuan berelasi ini
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membangun dan memelihara suatu
hubungan yang sehat antar individu dan kelompok. Dengan kata lain, kemampuan
berelasi ini berkaitan erat dengan kemampuan berkomunikasi seseorang dan daya
lenting atau reseliensi. Saat seseorang mengalami kesulitan dalam melaksanakan
tugas sebagai guru menghadapi tekanan bertubi-tubi yang cukup menyita pikiran
dan energi. Dalam kondisi seperti itu, kita memerlukan daya lenting atau
resiliensi, yaitu kemampuan individu untuk merespons tantangan atau trauma yang
dihadapi dengan cara-cara sehat dan produktif (Reivich dan Shatte, 2002).Mengapa
resiliensi penting? Resiliensi tidak menghilangkan kesulitan dalam
hidup, tetapi membuat
kita mampu kembali bangkit dari kesulitan, memberikan kekuatan untuk
menyelesaikan permasalahan dan terus melangkah maju. Berproses menjadi resilien
perlu mampu memanfaatkan berbagai sumber. Terdapat 3 sumber resiliensi individu
yang disingkat 3I yaitu: I have (Saya memiliki), I am (Saya adalah), dan
I can (Saya dapat), dan ketiganya berinteraksi dalam menentukan bagaimana
resiliensi seseorang. Selain itu seseotrang dapat menggunakan Latihan 4s
untuk membantu Anda dalam memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki agar terbentuk rencana resiliensi yang lebih
kuat dalam menghadapi permasalahan ke depan. Latiha 4s yakng dimaksud yakni :
(1) Identifikasi “Supportive People” atau mengidentifikasi
orang-orang yang dapat memberikan dukungan saat sedang terpuruk. (2) “Strategy”
atau Strategi yang digunakan untuk membantu diri dalam atasi pemikiran atau
perasaan negatif yang membuat Anda sulit
merespons permasalahan. (3) Identifikasi “Sagacity” atau Kebijaksanaan apa yang membuat anda
dapat bertahan dari kesulitan dan tetap melangkah maju ? . (4) Identifikasi “Solution-seeking
behavior” atau perilaku mencari bantuan yang pernah dilakukan untuk
membantu menyelesaikan permasalahan.
Pembuatan Keputusan
Bertanggung Jawab (Responsible Decision Making)
Kemampuan ini berkaitan
dengan pembuatan pilihan konstruktif yang benar dan cara bertindak sesuai etis,
norma sosial dan keselamatan. Namun pertanyaannya, bagaimana seseorang terutama
anak tahu mana yang benar dan mana yang salah? Bagaimana pula memutuskan
sesuatu dengan benar sesuai situasi dan kondisi? Orang dewasa secara alami
mampu menilai dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sedangkan
untuk anak, Anda masih perlu memberitahu mana yang benar dan mana yang salah. Salah
satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung
jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem
(Masalah), Options (Alternatif
pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices
(Keputusan yang diambil), dan How (Bagaimana hasilnya). Kerangka
sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek
sebelum memutuskan sesuatu
Mindfulness (Kesadaran
Penuh)
Mindfulness (kesadaran
penuh) adalah keadaan pikiran yang berfokus pada pengenalan tentang apa yang
dirasakan pada saat ini, tanpa melalui penilaian. Mindfulness berarti membawa
perhatian ke momen saat ini, sambil menerima dan mengenali segala pikiran,
emosi, dan perasaan fisik apa pun. Melalui seluruh teknik pada setiap
kompetensi pembelajaran sosial emosional maka seseorang khususnya guru dan
peserta didik dapat mengembalikan fokusnya dalam mengikuti pembelajaran, dengan
fokus yang baik maka proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik sehingga
tercipta suatu kondisi yang memudahkan guru dan peserta didik dalam mentransfer
dan menerima pelajaran.
MERDEKA BELAJAR
Dengan semua kegiatan dan program yang dilakukan pada tulisan diatas maka
akan terbentuk MERDEKA BELAJAR bagi peserta didik yakni sebagaimana pemikiran
Ki Hadjar Dewantara bahwa Merdeka adalah "Bebas dari segala ikatan,
dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta suatu hak, melaikan
untuk berhamba pada sang anak." Maksud ungkapan tersebut adalah
bahwa sebagai seorang pendidik kita harus dengan tulus dan ikhlas mendidik
anak, tidak boleh menuntut apa pun, hanya berusaha mendidik anak agar dapat
mencapai kebahagian hidup sebagai manusia dan masyarakat. Pembelajaran
berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional merupakan dua dari banyaknya
kegiatan pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk mencapai kemerdekaan diri
peserta didik dalam belajar. Merdeka belajar bukan berarti merdeka bebas
sebebas-bebasnya. Sebagai seorang pendidik selain harus menuntun kodrat anak
sesuai dengan minat dan bakat, kita juga harus bisa menumbuhkan budi pekerti
yang baik pada anak didik kita. Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara menumbuhkan
budi pekerti dengan cara menerapkan pendidikan karakter pada setiap mata
pelajaran yang meliputi hablumminallah (bagaimana kita harus bersikap di
hadapan Allah) dan hablumminannas (bagaimana kita harus bersikap di hadapan
manusia).
PROFIL PELAJAR PANCASILA
Merdeka Belajar yang dikembangkan oleh guru di sekolah akan menghasilkan profil pelajar Pancasila yakni pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berprilaku dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama : beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, dan berahlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Penamaan Profil Pelajar Pancasila bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam diri setiap individu pelajar. Pancasila adalah satu kata yang paling sesuai untuk merangkum seluruh karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk dimiliki setiap pelajar Indonesia.
Komentar
Posting Komentar